Kamis, 07 Juni 2012

Tugas Psikologi Kesehatan


Tugas Psikologi Kesehatan
Pengaruh Remaja yang Mengalami ‘Broken Home’

 




                                                                                                






NAMA            : GANDA PARUNTUNGAN (2011-66-202)
               NOVITA LESTARI  (2011-66-213)



  Universitas Esa Unggul
Fakultas Fisioterapi                                      
     2011                         



KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya karya tulis psikologi kesehatan yang berjudul "PENGARUH REMAJA YANG MENGALAMI ‘BROKEN HOME’ " ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Karya tulis ini disusun sebagai tugas untuk mata pelajaran PSIKOLOGI KESEHATAN.
          Keberhasilan penulis dalam penulisan karya tulis psikologi kesehatan ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya karya tulis psikologi kesehatan.
               Alangkah lebih baiknya jika pembaca sekalian setelah membaca karya tulis ini memberikan kritikan dan saran. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan, dan hasil yang lebih baik dari karya tulis psikologi kesehatan ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Jakarta, 22 Maret 2012


Penyusun




BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar  Belakang Masalah.

          Remaja adalah masa dimana seorang individu mengalami perubahan dari emosi, fisik, perilaku, pola pemikiran, dan hobi/minat. Remaja sangat rentan oleh masalah karenan perubahan yang dialaminya belum bisa ditangani dengan pemikiran yang dingin. Masa yang dimana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia akan menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya.
                                                          
            Secara kasat mata remaja akan melakukan pengamatan, percobaan, perbandingan dengan segala sesuatu yang selama ini diajarkan, dibimbing, dan ditanamkan kepada mereka karena pola pikir mereka yang sudah berkembang.

            remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut.

            ‘BROKEN HOME’ ialah perpecahan dalam keluarga, Broken home dapat  dilihat dari dua aspek yaitu keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai, dan orangtua tidak bercerai tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah dan ibu sering tidak dirumah ,atau tidak memperlihatkan kasih sayang lagi kepada mereka. Pada aspek kedua, kasus bahwa orangtua tidak bercerai tetapi struktur itu tidak utuh  lagi hal ini akan berdampak besar terhadap suasana rumah yang tidal lagi kondusif. Orangtua tidak lagi perhatian kepada anaknya sehingga berdampak pada perkembangan anak tersebut.

            Keadaan keluarga broken home memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap kehidupan remaja tersebut.  Seperti halnya dalam lingkungan pendidikan, lingkungan bergaul, kepribadian, dan norma agama.


Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain:
a.    Orang tua yang bercerai
b.    Kebudayaan bisu dalam keluarga
c.    Perang dingin dalam keluarga
d.    Faktor ekonomi.

            Pengaruh yang akan berdampak pada remaja broken home sangatlah bergantung pada sikap dan perilaku  remaja tersebut,  Remaja yang pengaruhnya lebih kearah yang positif maka pengendalian diri remaja tersebut sangatlah baik, ia bisa berpikir bahwa masih banyak hal lain yang bisa dilakukan tanpa melakukan hal yang menyimpang. Tetapi bagi sebagian remaja yang pengaruhnya lebih kearah yang negative pengendalian diri remaja tersebut sangat buruk, karena ia hanya melihat dan merasakan hal negatifnya saja dan tidak berpikir dahulu bahwa hal seperti itu akan sangat berdamapk besar baginya dalam kehidupan. Karena remaja broken home tidak mendapatkan pengayoman, perlindungan, dan perhatian dari tempat yang dinamakan ‘keluarga.

Bentuk penyimpangan dan dampak :
§  Psikis : rasa gelisah, malu, agresif, kecewa, kepercayaan diri berkurang, rasa iri terhadap remaja lain yang keluarganya utuh, pemurung, pemarah, rasa tertekan, dan rasa tidak nyaman, depresi, emosi menjadi tidak stabil, berkurangnya kepercayaan  kepada orangtuanya, sensitive. Tetapi bagi yang positif  akan adanya rasa tanggung jawab, kasihsayang kepada orangtuanya, rasa peduli terhadap orang lain, menjadi lebih dewasa dalam berpikir dan mengambil sikap.
§  Fisik : menyakiti diri sendiri, tingkah laku menjadi brutal, berdampak pada pergaulan seks bebas, miras, tidak taat terhadap peraturan, memberontak, membantah, dan melakukan penganiyaan. Tetapi bagi yang positif akan lebih sering bergaul kepada remaja lain yang membawa pengaruh baik.



B. Tujuan Observasi.

ü  Mengetahui pengaruh remaja yang mengalami broken home
ü  Mendeskripsikan latarbelakang penyebab pengaruh remaja yang mengalami broken home.
ü  Menganalisis bentuk penyimpangan yang dilakukan.

C. Perumusan Masalah

1.    Apa ituremaja?
2.    Apa itu Broken Home?
3.    Dampak psikis seperti apa akibat Broken Home?
4.    Bagaimana untuk meminimalisir dampak negative terhadap remaja Broken Home?
5.    Apa saja faktor-faktor penyebab Broken home?


D. Manfaat Observasi.

            Mendapatkan cara dalam menangani masalah pengaruh remaja yang mengalami BROKEN HOME secara efektif dalam meningkatkan pengendalian diri.





BAB II
TELAAH TEORI


A. Definisi Remaja
 Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:
1)    Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.
2)    Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
3)    Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.
4)    Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.

Tahap – tahap Perkembangan Remaja Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja:


A.    Remaja awal (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa.
B.    Remaja madya (middle adolescent)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu Universitas Sumatera Utara
mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan.
C.   Remaja akhir (late adolescent)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:
• Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
• Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.
• Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
• Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
• Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (Sarwono, 2010).


B.  PENGERTIAN BROKEN HOME

            Istilah “Broken Home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun dan sejahtera akibat sering terjadi konflik yang menyebabkan pada pertengkaran yang bahkan dapat berujung pada perceraian. Hal ini akan berdampak besar terhadap suasana rumah yang tidak lagi kondusif, orangtua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya sehingga berdampak pada perkembangan anak khususnya anak remaja. Orangtua adalah panutan dan teladan bagi perkembangan remaja terutama pada perkembangan psikis dan emosi, orangtua adalah pembentukan karakter yang terdekat. Jika remaja diharapkan pada kondisi “broken home” dimana orangtua mereka tidakl agi menjadi panutan bagi diriny amaka akan berdampak besar pada perkembangan dirinya. Dampak psikis yang dialami oleh remaja yang mengalami broken home, remaja menjadi lebih pendiam, pemalu, bahkan despresi berkepanjangan. Faktorl ingkungan tempat remaja bergaul adalah sarana lain jika orangtua sudah sibuk dengan urusannya sendiri. Jika remaja berada dilingkungan pergaulan yang negatif, karena keadaannya labil maka tidak menutup kemungkinan remaja akan tercebur dalam lembah pergaulan yang tidak baik.

C. DAMPAK TERHADAP REMAJA BROKEN HOME.

A.   Pengendalian diri. Jika remaja tidak bisa mengendalikan dirinya dengan baik maka remaja akan menjadi berkepribadian yang buruk sepeti tidak bisa menstabilkan emosinya remaja akan menjadi sangat sensiitf, pemarah, brutal, apatis, dan iri hati. Tetapi jika remaja dapat mengendalikan dirinya dengan baik maka remaja akan menjadi berkepribadian yang sangat menyenangkan bagi orang lain karna mereka bisa menjadi lebih ceria, penyayang, penolong, bisa menempatkan dirinya ke suatu kondisi, perpikir dan bersikap lebih dewasa, dan bertanggung  jawab.
B.   Merasa bahwa dirinya tidak diharapkan dalam kehidupa ini, pemikiran seperti ini disebabkan oleh rasa tidak percaya diri dalam remaja yang mengalami broken home.


C.   Perilaku brutal atau memberontak, perilaku ini akan timbul jika remaja merasa kebutuhan yang ingin dipenuhi pada kenyataanya tidak bisa dipenuhi karena kondisi keluarganya yang mengalami perpecahan.


D. CARA MEMINIMALISIR HAL NEGATIF DALAM REMAJA yang BROKEN HOME

          Agar perilaku remaja tidak menjadi terjerumus, maka diperluka peran keluarga dan lembaga pendidikan.
1.    Dengan menyekolahkan remaja tersebut kependidikan formal yang didalamnya mereka bisa mendapatkan pendidikan formal dan peraturan yang masih terkendali mereka pun akan merasa nyaman dan aman karena ada yang melindungi walaupun itu lembaga pendidikan.
2.    Lingkungan masyarakat atau social, sebagai makhluk social tidak bisa lepas dari hakekatnya yang bersosialisasi maka remaja tersebut diajak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan disekitar yang akan membangun rasa dan sikap kepercayaan dirinya dan rasa peduli.
3.    Pendidikan agama, ini sangat penting diterapkan kepada remaja yang broken home karena disaat mereka merasa tertekan dan tidak dipedulikan  akan lebih mengungkapkannya dengan TUHAN YANG MAHA ESA sebagai penciptanya. Dan sebagi makhluk yang di ciptakannya remaja juga tidal lepas atas kewajibannya beribadah, dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada yang kuasa akan membuat batin (emosi) akan lebih tenang dan nyaman.

Dalam hal sikap yang bersifat preventif, pihak orang tua dapat memberikan atau mengadakan tindakan sebagai berikut :
a.           Menanamkan rasa disiplin dari ayah terhadap anak.
b.           Memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c.           Pencurahan kasih sayang dari kedua orang tua terhadap anak.
d.           Menjaga agar tetap terdapat suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu ikatankeluarga.

Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan pula:
a.    Pendidikan agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna
b.     Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang berguna dan produktif.
c.    Rekreasi yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.
d.    Pengawasan atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya.

Sedangkan yang bersifat represif Yaitu pihak orang tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial yang bertujuan untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti menjadi anggota badan kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang khusus mengenai masalah kesejahteraan anak-anak. Selain itu pihak orang tua terhadap anak yang bersangkutan dalam perkara kenakalan hendaknya mengambil sikap sebagai berikut :
1.    Mengadakan introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan.
2.    Memahami sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan yang menimpa anaknya.
3.    Meminta bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam mengawasi perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu.
4.      Membuat catatan perkembangan pribadi anak sehari-hari.

  
E.  FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BROKEN HOME

a.    Orang tua yang bercerai, Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri antara suami istri tersebut makin lama makin renggang, masing-masing atau salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.

b.    Kebudayaan bisu dalam keluarga, Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.
c.    Perang dingin dalam keluarga, Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri. Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling dominan adalah dari keluarga yang merupakan lingkungan yang paling pertama ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu: Sikap atau cara yang bersifat preventif Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang bertujuan untuk menjauhkan si anak daripada perbuatan buruk atau dari lingkungan pergaulan yang buruk.


BAB III
SOLUSI UNTUK REMAJA YANG MENGALAMI BROKEN HOME
A.  SOLUSI UNTUK ORANG TUA

Pola asuh orang tua yang telah mengalami perceraian umumnya banyak yang mengalami kesalahan karena mereka lebih mementingkan kesibukannya masing-masing dan terkadang sering melupakan anak-anaknya. Tak jarang perpisahan yang terjadi juga membuat ayah dan ibu menjadi tak mau lagi berkerjasama dalam mengurus akan semua tanggung jawabnya terhadap anak-anak. Hal ini justru membawa dampak buruk bagi anak-anak yang sering sebagai korban karena ketidak perdulian orang tuanya maka anak menjadi seenaknya padahal seharusnya orang tua itu meski sudah berpisah harus tetap menjaga hubungan satu dengan yang lainnya demi kepentingan anak-anak. Pola asuh orang tua broken home memang tidak mudah bahkan tak jarang orang tua yang broken home mengasuh anak-anaknya hanya satu pihak saja padahal itu semua harusnya dilaksanakan bersama.
Dalam hal mengasuh anak yang mengalami broken home orang tua yang baik adalah orang tua yang menjaga hubungan baiknya terhadap mantan istri atau suaminya demi mengasuh anak-anaknya. Kesibukan yang membuat orang tua seperti melalaikan akan kewajibannya memperhatikan anak.
Anak yang mengalami broken home terkadang berfikir bahwa karena orang tua mereka berpisah dan tak memperhatikan mereka lagi maka mereka menjadi anak yang nakal dan mencari kesenangannya sendiri. Cara yang paling tepat untuk menghadapinya adalah :
a. Orang tua harus memberi penjelasan dan pengertian kepada anaknya
    terhadap apa yang mereka alami.
b. orang tua harus tetap saling menjalin hubungan baik meski telah 
    berpisah.
c. tunjukan kepada anak bentuk perhatian meski telah berpisah.
d. jangan biarkan anak tersebut berada dalam kesendirian ketika ia
    sedang mengalami masalah.
e. luangkan waktu untuk anak dan biarkan ia mengungkapkan semua
    yang dia rasakan.



B. SOLUSI UNTUK DIRI PENDERITA ITU SENDIRI

Para Remaja yang mengalami broken home di keluarganya maka haruslah menanamkan pada dirinya sendiri keinginan untuk berubah menjadi yang lebih baik untuk dirinya agar merka dapat menjadi manusia yang berguna untuk sekitarnya. Yang harus diperhatikan oleh para remaja tersebut adalah :
a.  Lebih mendekatkan diri kepada tuhan untuk dapat menanamkan pada dirinya nilai-nilai kebaikan.
b.  Harus dapat tetap menghormati kedua orang tua meski telah bercerai.
c.   Yakin terhadap diri seniri untuk berubah menjadi orang yang lebih baik dan berguna.
d.  Tingkatkan prestasi untuk mencapai masa depan yang baik.
e.  Lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang positif di lingkungan sekitar agar tidak terlarut dalam kesedihan akan perceraian orang tua.
f.    Harus dapat memiliSOLUSI h pergaulan yang baik dan tidak menjerumuskan dirinya kepada teman-teman atau lingkungan yang kurang baik.
g.  Harus selalu berfikir positif akan semua yang terjadi di sekitar.
h.  Jangan pernah mencoba-coba hal yang buruk seperti Narkoba, Alkohol, atau gaya hidup bebas seperti yang dialami remaja masa kini.
i.    Jangan mudah terbujuk rayu dengan kawan yang mengajak ke hal-hal tidak baik.
Semua hal baik yang ingin dilakukan untuk berubah tidak akan tercapai tanpa adanya keyakinan pada dirinya sendiri bahwa dia bisa dan mampu untuk mencapainya.

C. SOLUSI UNTUK ORANG SEKITAR

Orang-orang sekitar yang berada di dekat remaja yang mengalami broken home bukan seharusnya menjadikannya buruk melaikan membawanya kepada hal-hal positif. Jangan mencela karena keluarganya tidak lengkap dan jangan pernah menyamakan ia dengan orang lain yang tidak mengalami broken home. Berikan sebuah motivasi untuk dirinya dapat bangkit dari kesedihan.