Tugas Psikologi
Kesehatan
Pengaruh Remaja yang Mengalami ‘Broken Home’
NAMA : GANDA
PARUNTUNGAN (2011-66-202)
NOVITA
LESTARI (2011-66-213)
Universitas Esa Unggul
Fakultas
Fisioterapi
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat
Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya karya tulis psikologi
kesehatan yang berjudul "PENGARUH REMAJA YANG MENGALAMI ‘BROKEN HOME’ "
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Karya
tulis ini disusun sebagai tugas untuk mata
pelajaran PSIKOLOGI KESEHATAN.
Keberhasilan
penulis dalam penulisan karya tulis psikologi kesehatan ini
tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya karya tulis psikologi
kesehatan.
Alangkah lebih baiknya jika
pembaca sekalian setelah membaca karya
tulis ini memberikan kritikan dan saran. Untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan, dan
hasil yang lebih baik dari karya tulis
psikologi kesehatan ini, sehingga dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya.
Jakarta,
22 Maret 2012
Penyusun
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Remaja
adalah masa dimana seorang individu mengalami perubahan dari emosi, fisik,
perilaku, pola pemikiran, dan hobi/minat. Remaja sangat rentan oleh masalah
karenan perubahan yang dialaminya belum bisa ditangani dengan pemikiran yang
dingin. Masa yang dimana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia akan
menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa peralihan. Dalam masa
peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya.
Secara
kasat mata remaja akan melakukan pengamatan, percobaan, perbandingan dengan
segala sesuatu yang selama ini diajarkan, dibimbing, dan ditanamkan kepada
mereka karena pola pikir mereka yang sudah berkembang.
remaja
membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya
terutama orang tua atau keluarganya. fungsi keluarga adalah memberi pengayoman
sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh
membutuhkan realisasi fungsi tersebut.
‘BROKEN
HOME’ ialah perpecahan dalam keluarga, Broken home
dapat dilihat dari dua aspek yaitu
keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari
kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai, dan orangtua tidak bercerai
tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah dan ibu sering tidak
dirumah ,atau tidak memperlihatkan kasih sayang lagi kepada mereka. Pada aspek
kedua, kasus bahwa orangtua tidak bercerai tetapi struktur itu tidak utuh lagi hal ini akan berdampak besar terhadap
suasana rumah yang tidal lagi kondusif. Orangtua tidak lagi perhatian kepada
anaknya sehingga berdampak pada perkembangan anak tersebut.
Keadaan
keluarga broken home memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap kehidupan
remaja tersebut. Seperti halnya dalam
lingkungan pendidikan, lingkungan bergaul, kepribadian, dan norma agama.
Penyebab timbulnya keluarga yang broken home
antara lain:
a. Orang
tua yang bercerai
b. Kebudayaan
bisu dalam keluarga
c. Perang
dingin dalam keluarga
d. Faktor
ekonomi.
Pengaruh
yang akan berdampak pada remaja broken home sangatlah bergantung pada sikap dan
perilaku remaja tersebut, Remaja yang pengaruhnya lebih kearah yang
positif maka pengendalian diri remaja tersebut sangatlah baik, ia bisa berpikir
bahwa masih banyak hal lain yang bisa dilakukan tanpa melakukan hal yang
menyimpang. Tetapi bagi sebagian remaja yang pengaruhnya lebih kearah yang
negative pengendalian diri remaja tersebut sangat buruk, karena ia hanya
melihat dan merasakan hal negatifnya saja dan tidak berpikir dahulu bahwa hal
seperti itu akan sangat berdamapk besar baginya dalam kehidupan. Karena remaja
broken home tidak mendapatkan pengayoman, perlindungan, dan perhatian dari
tempat yang dinamakan ‘keluarga.
Bentuk
penyimpangan dan dampak :
§ Psikis
: rasa gelisah, malu, agresif, kecewa, kepercayaan diri berkurang, rasa iri
terhadap remaja lain yang keluarganya utuh, pemurung, pemarah, rasa tertekan,
dan rasa tidak nyaman, depresi, emosi menjadi tidak stabil, berkurangnya
kepercayaan kepada orangtuanya, sensitive.
Tetapi bagi yang positif akan adanya rasa
tanggung jawab, kasihsayang kepada orangtuanya, rasa peduli terhadap orang
lain, menjadi lebih dewasa dalam berpikir dan mengambil sikap.
§ Fisik
: menyakiti diri sendiri, tingkah laku menjadi brutal, berdampak pada pergaulan
seks bebas, miras, tidak taat terhadap peraturan, memberontak, membantah, dan
melakukan penganiyaan. Tetapi bagi yang positif akan lebih sering bergaul
kepada remaja lain yang membawa pengaruh baik.
B. Tujuan
Observasi.
ü Mengetahui
pengaruh remaja yang mengalami broken home
ü Mendeskripsikan
latarbelakang penyebab pengaruh remaja yang mengalami broken home.
ü Menganalisis
bentuk penyimpangan yang dilakukan.
C. Perumusan
Masalah
1.
Apa ituremaja?
2.
Apa itu
Broken Home?
3.
Dampak psikis seperti apa akibat
Broken Home?
4.
Bagaimana untuk meminimalisir dampak
negative terhadap remaja Broken Home?
5.
Apa saja faktor-faktor penyebab Broken
home?
D. Manfaat
Observasi.
Mendapatkan
cara dalam menangani masalah pengaruh remaja yang mengalami BROKEN HOME secara
efektif dalam meningkatkan pengendalian diri.
BAB II
TELAAH TEORI
A. Definisi Remaja
Masa
remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini
merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial.
Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada
usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007).
Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa
anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11
atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.
Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang
remaja yaitu:
1) Pada
buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang anak
telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.
2) Menurut
undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang
belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
3) Menurut
undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur
16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.
4) Menurut
undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila
cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak
laki-laki.
Tahap – tahap Perkembangan Remaja Dalam
proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja:
A. Remaja awal (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih
terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan
dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan
pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang
secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah
berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan
berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit
dimengerti dan dimengerti orang dewasa.
B. Remaja madya (middle adolescent)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan
kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan
narsistis yaitu Universitas Sumatera Utara
mencintai diri sendiri, dengan menyukai
teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi
kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli,
ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis,
dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipus complex
(perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat
hubungan dengan kawan-kawan.
C. Remaja
akhir (late adolescent)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju
periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:
• Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi
intelek.
• Egonya mencari kesempatan untuk bersatu
dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.
• Terbentuk identitas seksual yang tidak akan
berubah lagi.
• Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian
pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri
dengan orang lain.
• Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri
pribadinya (private self) dan masyarakat umum (Sarwono, 2010).
B. PENGERTIAN BROKEN HOME
Istilah “Broken Home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang tidak
harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun dan sejahtera akibat
sering terjadi konflik yang menyebabkan pada pertengkaran yang bahkan dapat
berujung pada perceraian. Hal ini akan berdampak besar terhadap suasana rumah
yang tidak lagi kondusif, orangtua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya
sehingga berdampak pada perkembangan anak khususnya anak remaja. Orangtua
adalah panutan dan teladan bagi perkembangan remaja terutama pada perkembangan
psikis dan emosi, orangtua adalah pembentukan karakter yang terdekat. Jika
remaja diharapkan pada kondisi “broken home” dimana
orangtua mereka tidakl agi menjadi panutan bagi diriny
amaka akan berdampak besar pada perkembangan dirinya. Dampak psikis yang dialami
oleh remaja yang mengalami broken home, remaja menjadi lebih pendiam, pemalu, bahkan
despresi berkepanjangan. Faktorl ingkungan tempat remaja bergaul adalah sarana lain
jika orangtua sudah sibuk dengan urusannya sendiri. Jika remaja berada dilingkungan
pergaulan yang negatif, karena keadaannya labil maka tidak menutup kemungkinan remaja
akan tercebur dalam lembah pergaulan yang tidak baik.
C. DAMPAK TERHADAP REMAJA
BROKEN HOME.
A.
Pengendalian
diri. Jika remaja tidak bisa mengendalikan dirinya dengan baik maka remaja akan
menjadi berkepribadian yang buruk sepeti tidak bisa menstabilkan emosinya
remaja akan menjadi sangat sensiitf, pemarah, brutal, apatis, dan iri hati.
Tetapi jika remaja dapat mengendalikan dirinya dengan baik maka remaja akan
menjadi berkepribadian yang sangat menyenangkan bagi orang lain karna mereka
bisa menjadi lebih ceria, penyayang, penolong, bisa menempatkan dirinya ke
suatu kondisi, perpikir dan bersikap lebih dewasa, dan bertanggung jawab.
B.
Merasa
bahwa dirinya tidak diharapkan dalam kehidupa ini, pemikiran seperti ini
disebabkan oleh rasa tidak percaya diri dalam remaja yang mengalami broken
home.
C.
Perilaku
brutal atau memberontak, perilaku ini akan timbul jika remaja merasa kebutuhan
yang ingin dipenuhi pada kenyataanya tidak bisa dipenuhi karena kondisi
keluarganya yang mengalami perpecahan.
D. CARA MEMINIMALISIR HAL
NEGATIF DALAM REMAJA yang BROKEN HOME
Agar
perilaku remaja tidak menjadi terjerumus, maka diperluka peran keluarga dan
lembaga pendidikan.
1.
Dengan
menyekolahkan remaja tersebut kependidikan formal yang didalamnya mereka bisa
mendapatkan pendidikan formal dan peraturan yang masih terkendali mereka pun
akan merasa nyaman dan aman karena ada yang melindungi walaupun itu lembaga
pendidikan.
2.
Lingkungan
masyarakat atau social, sebagai makhluk social tidak bisa lepas dari hakekatnya
yang bersosialisasi maka remaja tersebut diajak untuk mengikuti
kegiatan-kegiatan disekitar yang akan membangun rasa dan sikap kepercayaan
dirinya dan rasa peduli.
3.
Pendidikan
agama, ini sangat penting diterapkan kepada remaja yang broken home karena
disaat mereka merasa tertekan dan tidak dipedulikan akan lebih mengungkapkannya dengan TUHAN YANG
MAHA ESA sebagai penciptanya. Dan sebagi makhluk yang di ciptakannya remaja
juga tidal lepas atas kewajibannya beribadah, dengan beribadah dan mendekatkan
diri kepada yang kuasa akan membuat batin (emosi) akan lebih tenang dan nyaman.
Dalam hal sikap yang bersifat preventif, pihak orang tua
dapat memberikan atau mengadakan tindakan sebagai berikut :
a.
Menanamkan rasa disiplin
dari ayah terhadap anak.
b.
Memberikan pengawasan dan
perlindungan terhadap anak oleh ibu.
c.
Pencurahan kasih sayang dari
kedua orang tua terhadap anak.
d.
Menjaga agar tetap terdapat
suatu hubungan yang bersifat intim dalam satu ikatankeluarga.
Disamping keempat hal yang diatas maka hendaknya diadakan
pula:
a. Pendidikan
agama untuk meletakkan dasar moral yang baik dan berguna
b. Penyaluran bakat si anak ke arab pekerjaan yang
berguna dan produktif.
c. Rekreasi
yang sehat sesuai dengan kebutuhan jiwa anak.
d. Pengawasan
atas lingkungan pergaulan anak sebaik-baiknya.
Sedangkan yang bersifat represif Yaitu pihak orang
tua hendaknya ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial yang bertujuan
untuk menanggulangi masalah kenakalan anak seperti menjadi anggota badan
kesejahteraan keluarga dan anak, ikut serta dalam diskusi yang khusus mengenai
masalah kesejahteraan anak-anak. Selain itu pihak orang tua terhadap anak yang
bersangkutan dalam perkara kenakalan hendaknya mengambil sikap sebagai berikut
:
1. Mengadakan
introspeksi sepenuhnya akan kealpaan yang telah diperbuatnya sehingga
menyebabkan anak terjerumus dalam kenakalan.
2. Memahami
sepenuhnya akan latar belakang daripada masalah kenakalan yang menimpa anaknya.
3. Meminta
bantuan para ahli (psikolog atau petugas sosial) di dalam mengawasi
perkembangan kehidupan anak, apabila dipandang perlu.
4.
Membuat catatan perkembangan pribadi anak
sehari-hari.
E. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
BROKEN HOME
a.
Orang tua yang bercerai,
Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak
lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina
bersama telah goyah dan tidak mampu menompang keutuhan kehidupan keluarga yang
harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri antara suami istri tersebut
makin lama makin renggang, masing-masing atau salah satu membuat jarak
sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu
menunjukan situas keterasingan dan keterpisahan yang makin melebar dan menjauh
ke dalam dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga
masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.
b. Kebudayaan
bisu dalam keluarga, Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan
dialog antar anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu
tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh
tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu
terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang
perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan
komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa
anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi
dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal
yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya
dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu
ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog
mempunyai peranan yang sangat penting. Kenakalan remaja dapat berakar pada
kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua
terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta
kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan
kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil
belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan
kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan
anak ke dalam sekumpulan benda mati.
c. Perang
dingin dalam keluarga, Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari
pada kebudayaan bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya
dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing
pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan
pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan
keinginan dan kehendaknya sendiri. Dalam mengatasi kenakalan remaja yang paling
dominan adalah dari keluarga yang merupakan lingkungan yang paling pertama
ditemui seorang anak. Di dalam menghadapi kenakalan anak pihak orang tua
kehendaknya dapat mengambil dua sikap bicara yaitu: Sikap atau cara yang
bersifat preventif Yaitu perbuatan/tindakan orang tua terhadap anak yang
bertujuan untuk menjauhkan si anak daripada perbuatan buruk atau dari
lingkungan pergaulan yang buruk.
BAB III
SOLUSI UNTUK REMAJA YANG MENGALAMI BROKEN HOME
A. SOLUSI UNTUK ORANG
TUA
Pola asuh orang tua yang telah mengalami perceraian umumnya banyak yang
mengalami kesalahan karena mereka lebih mementingkan kesibukannya masing-masing
dan terkadang sering melupakan anak-anaknya. Tak jarang perpisahan yang terjadi
juga membuat ayah dan ibu menjadi tak mau lagi berkerjasama dalam mengurus akan
semua tanggung jawabnya terhadap anak-anak. Hal ini justru membawa dampak buruk
bagi anak-anak yang sering sebagai korban karena ketidak perdulian orang tuanya
maka anak menjadi seenaknya padahal seharusnya orang tua itu meski sudah
berpisah harus tetap menjaga hubungan satu dengan yang lainnya demi kepentingan
anak-anak. Pola asuh orang tua broken home memang tidak mudah bahkan tak jarang
orang tua yang broken home mengasuh anak-anaknya hanya satu pihak saja padahal
itu semua harusnya dilaksanakan bersama.
Dalam hal mengasuh anak yang mengalami broken home orang tua yang baik
adalah orang tua yang menjaga hubungan baiknya terhadap mantan istri atau
suaminya demi mengasuh anak-anaknya. Kesibukan yang membuat orang tua seperti
melalaikan akan kewajibannya memperhatikan anak.
Anak yang mengalami broken home terkadang berfikir bahwa karena orang tua
mereka berpisah dan tak memperhatikan mereka lagi maka mereka menjadi anak yang
nakal dan mencari kesenangannya sendiri. Cara yang paling tepat untuk
menghadapinya adalah :
a. Orang tua harus memberi penjelasan dan pengertian kepada anaknya
terhadap apa yang mereka alami.
b. orang tua harus tetap saling
menjalin hubungan baik meski telah
berpisah.
c. tunjukan kepada anak bentuk perhatian meski telah berpisah.
d. jangan biarkan anak tersebut berada dalam kesendirian ketika ia
sedang mengalami masalah.
e. luangkan waktu untuk anak dan biarkan ia mengungkapkan semua
yang dia rasakan.
B. SOLUSI UNTUK DIRI PENDERITA ITU SENDIRI
Para Remaja yang
mengalami broken home di keluarganya maka haruslah menanamkan pada dirinya
sendiri keinginan untuk berubah menjadi yang lebih baik untuk dirinya agar
merka dapat menjadi manusia yang berguna untuk sekitarnya. Yang harus
diperhatikan oleh para remaja tersebut adalah :
a. Lebih mendekatkan diri kepada tuhan untuk dapat
menanamkan pada dirinya nilai-nilai kebaikan.
b. Harus dapat tetap menghormati kedua orang tua meski telah
bercerai.
c. Yakin terhadap diri seniri untuk berubah menjadi orang
yang lebih baik dan berguna.
d. Tingkatkan prestasi untuk mencapai masa depan yang baik.
e. Lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang positif di
lingkungan sekitar agar tidak terlarut dalam kesedihan akan perceraian orang
tua.
f. Harus dapat memiliSOLUSI h pergaulan yang baik dan tidak
menjerumuskan dirinya kepada teman-teman atau lingkungan yang kurang baik.
g. Harus selalu berfikir positif akan semua yang terjadi di
sekitar.
h. Jangan pernah mencoba-coba hal yang buruk seperti
Narkoba, Alkohol, atau gaya hidup bebas seperti yang dialami remaja masa kini.
i. Jangan mudah terbujuk rayu dengan kawan yang mengajak ke
hal-hal tidak baik.
Semua hal baik yang ingin dilakukan untuk berubah tidak
akan tercapai tanpa adanya keyakinan pada dirinya sendiri bahwa dia bisa dan
mampu untuk mencapainya.
C.
SOLUSI UNTUK ORANG SEKITAR
Orang-orang sekitar yang
berada di dekat remaja yang mengalami broken home bukan seharusnya
menjadikannya buruk melaikan membawanya kepada hal-hal positif. Jangan mencela
karena keluarganya tidak lengkap dan jangan pernah menyamakan ia dengan orang
lain yang tidak mengalami broken home. Berikan sebuah motivasi untuk dirinya
dapat bangkit dari kesedihan.